
Dugaan Korupsi (RSUD) Tenriawaru memasuki Pekan ke-3 di Kejaksaan Negeri Watampone

BONE – Memasuki pekan ke-3 pasca laporan kasus dugaan korupsi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tenriwaru, Bone yang berproses di Kejaksaan Negeri (Kejari) Bone, tahapan kasus hingga saat ini dinyatakan masih dalam proses penyelidikan. Sempat disorot soal transparansi ke publik, Pihak Kejaksaan bertegas, tidak akan main-main dalam penanganan kasus ini.
“Laporan dari kasus ini tetap berjalan sesuai prosedur, kami tidak main-main disini. Namun, ada hal-hal tertentu yang belum boleh dipublik dulu, karena ini demi kepentingan penyelidikan,” Kata Heru Rusanto, Kasi Pidsus Kejari Bone saat dikonfirmasi, Senin (28/4/25).
Dari informasi yang berhasil dihimpun, Sejumlah Lembaga Pegawasan Negara kini tengah melakukan proses audit. Hal ini pun turut dibenarkan Pihak Kejaksaan. Selanjutnya, merekan pun masih menunggu hasil audit tersebut untuk mendukung proses penyelidikan yang saat ini berlangsung.
“Untuk saat ini kami menunggu hasil perhitungan dari lembaga pengawasan negara dulu seperti APIP, Inspektorat dan BPK untuk memastikan besaran nilai kerugian negara dalam hal ini,” ungkap Heru kemudian.
Selain itu, Pejabat Kejaksaan yang mengaku telah bertugas selama 3 tahun 6 bulan di Bone ini berharap, dukungan dan partisipasi masyarakat untuk berada dalam satu tujuan dalam pemberantasan korupsi dan tidak perlu takut dalam melaporkan atau memberikan informasi terkait adanya penyimpangan yang terindikasi merugikan negara.
“Kami meminta untuk publik tetap tenang, percayakan ke kami. Kami akan rilis perkembangannya ketika naik ke tahap selanjutnya. Dan juga kami meminta partisipasinya, kalau ada informasi dari masyarakat, silahkan saja, kami terima,” tutup Heru.
Seperti diketahui, perjalanan kasus dugaan korupsi terkait sistem pengelolaan anggaran pada Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) di RSUD Tenriwaru yang ditangani Pihak Kejaksaan Negeri Bone ini masuk sejak 7 April 2025 lalu. Kasus ini dilaporkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Latenritatta Bone.
Dalam laporan tersebut, pihaknya menemukan adanya aroma penyimpangan dalam pengelolaan item anggaran yang terindikasi dugaan korupsi. Diantaranya, dalam pengelolaan anggaran pada tahun 2023-2024 senilai Rp 135 milyar. Yang mana anggaran ini pun dibagi dalam sejumlah item dengan rincian Rp 121 miliar untuk kegiatan pelayanan, serta Rp 14 miliar untuk pengadaan alat kesehatan (alkes).
Potensi kerugian negara akibat pemborosan anggaran senilai puluhan milyar rupiah dari kebijakan pengadaan alkes yang diduga tidak sesuai spesifikasi hingga rusak tak pernah digunakan cukup menjadi alasan.
Anggaran pengadaan alkes pun terindikasi adanya dugaan mark-up.
“Salah satu fakta di lapangan yang kami temukan, yaitu ada sejumlah alkes yang mahal-mahal penganggarannya yang tidak pernah dipakai kemudian dinyatakan rusak dan digudangkan, kemudian dianggarakan lagi untuk diganti, ini kan parah dan tentunya bermasalah,” Ungkap Mukhawas Anto, Ketua LSM Latenritatta saat dikonfirmasi, Senin (28/4/25).
Dikonfirmasi terpisah, salah satu narasumber terpercaya dari salah seorang Pegawai RSUD Bone sendiri yang berhasil dikonfirmasi dalam upaya investigasi dilapangan ikut mengungkap jika proses penganggaran dengan nilai fantastis (Milyaran Rupiah) dalam proses perencanaan belanja pengadaan alat kesehatan (alkes) ini memang selalu diagendakan setiap tahunnya. Ironisnya, disetiap proyek pengadaan alkes ini diduga akan menerima keuntungan yang cukup besar dari pengelolaan anggaran, baik itu ke pihak ketiga ataupun pihak direksi sendiri.
“Hampir setiap tahun itu ada perencanaan pengadaan alkes di RSUD, baik jenis alat elektronik atau manual dan itupun jenis dan merknya seperti Siemens, karena disitu Pimpro dan Petinggi (RSUD) dapat untung dari pihak ketiga” ungkap narasumber yang identitasnya tidak ingin diungkap.
Dirinya ikut menyebutkan beberapa kejanggalan dalam hal teknis di lapangan, yang tentunya dianggap sekaitan dengan proses belanja dalam pengelolaan anggaran di RSUD Bone. Diantaranya, terkait tentang belanja pengadaan oksigen (H2O) Di Rumah Sakit. Yang mana, hasil pembelian jenis oksigen yang terkompresi dalam tabung (silinder) ini diduga ada mark-up untuk volume yang kemudian dipertanggungjawabkan.
“Jangankan untuk pengadaan alkes, saya kadang berikan nasehat sesama teman di RSUD, bilang hati-hati, karena itu saja pengadaan oksigen kadang pesan 30 tabung, yang tercatat dan dipertanggung jawabkan kadang hanya 40 tabung dan hampir begitu terus kondisinya. Lihat saja gaya hidup Pak Dir, hedon bahkan nyawer dengan jutaan rupiah kepada orang lain kadang disalah satu acara,” jelasnya kemudian.
(Zul)