Bone Sulsel Latenritatta News 5 September 2025,–
Praktik persaingan usaha tidak sehat yang diduga dilakukan oleh pengusaha gabah asal Kabupaten Sidrap kini meresahkan pengusaha lokal di Kabupaten Bone.
Seorang pengusaha dari Bone, ( ABL ) mengeluhkan kerugian besar karena tidak bisa lagi mendapatkan pasokan gabah dari petani, lantaran pengusaha dari Sidrap berani membeli gabah dengan harga jauh di atas standar yang berlaku.
Latar Belakang Masalah
Pengusaha Gabah ABL menjelaskan bahwa harga gabah yang ditetapkan oleh pemerintah (HPP) adalah Rp 6.500/kg. Namun, pengusaha dari Sidrap masuk ke wilayah Bone dan menawarkan harga Rp 7.000/kg. Akibatnya, petani di Bone lebih memilih menjual gabahnya kepada pembeli yang menawarkan harga lebih tinggi.
“Ini merugikan kami pengusaha lokal. Modal kami terbatas, tidak bisa bersaing dengan harga setinggi itu. Akhirnya, pabrik kami terancang berhenti produksi karena tidak ada bahan baku,” ungkap ( ABL ).
Analisis Hukum dan Lokus Delicti :
Akademisi hukum Mukhawas Rasyid, S.H., M.H., menegaskan bahwa kasus ini memiliki lokus delicti (tempat kejadian perkara) di Kabupaten Bone, meskipun pelaku usahanya berasal dari Kabupaten Sidrap.
“Lokus delicti bukan hanya di mana perbuatan itu dilakukan, tapi juga di mana akibat dari perbuatan itu terjadi,” jelas Mukhawas.
Dalam kasus ini, perbuatan (pembelian gabah dengan harga tinggi) dilakukan di Bone, dan dampaknya (kerugian bagi pengusaha lokal) juga terjadi di Bone.
Praktik ini, yang dikenal sebagai predatory buying, merupakan bentuk persaingan usaha tidak sehat yang dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pasal yang relevan adalah:
Pasal 20: Melarang pelaku usaha untuk menetapkan harga beli yang sangat tinggi dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya.
Pasal 25: Melarang pelaku usaha yang memiliki posisi dominan untuk menetapkan syarat-syarat perdagangan yang dapat menghalangi pelaku usaha lain mendapatkan pasokan.
“Pelaku usaha dari Sidrap ini jelas-jelas berniat menguasai pasar di Bone dengan cara yang tidak sehat, yaitu dengan ‘membakar’ harga,” tambah Mukhawas.
Saran dan Pendapat untuk Penanganan Kasus, Untuk menindaklanjuti kasus ini, Mukhawas Rasyid menyarankan beberapa langkah:
Laporkan ke KPPU: Pengusaha yang merasa dirugikan, seperti ( ABL ) harus segera melaporkan praktik ini ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU dapat mengusut tuntas kasus ini, termasuk memeriksa dugaan pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha dari Sidrap.
Koordinasi Lintas Daerah: Pemerintah Kabupaten Bone dan Pemerintah Kabupaten Sidrap perlu berkoordinasi untuk mencegah praktik serupa terjadi di masa mendatang, mengingat potensi kerugian ekonomi yang besar bagi pengusaha lokal.
Pidana dan Denda: Jika terbukti bersalah, pelaku usaha dapat dikenakan sanksi pidana dan denda yang diatur dalam Pasal 48 UU No. 5/1999, yang bisa mencapai puluhan miliar rupiah.
Mukhawas menyimpulkan, “Ini adalah kasus yang serius. Praktik predatory buying bisa menghancurkan ekonomi lokal dan harus segera ditindak agar tidak menyebar ke sektor usaha lainnya.”
Penulis : Adinusaid Rasyid.